Featured Post

Tren CSS & Layout Modern 2025: Flexbox, Grid & Beyond

 Kalau gue flashback sedikit ke awal belajar front-end, rasanya lucu juga mengingat betapa ribetnya bikin layout cuma pakai float dan posisi manual. Dikit-dikit “clear: both;”, margin lari ke mana-mana, dan debugging layout bisa makan waktu berjam-jam. Tapi industri website development berkembang cepat, dan setiap tahun selalu muncul cara baru yang bikin hidup developer lebih gampang. Masuk ke tahun 2025, CSS sudah jauh lebih matang, elegan, dan terasa seperti alat superpower. Gue ngerasa bikin layout sekarang nggak lagi sekadar “nyusun kotak", tapi benar-benar menciptakan pengalaman visual yang fleksibel, responsif, dan smart. Flexbox sudah mapan, Grid makin kuat, dan CSS modern seperti container queries, subgrid, dan nesting bikin proses styling jadi lebih rapi dan manusiawi. Artikel ini gue tulis berdasarkan pengalaman gue mengerjakan project klien sepanjang 2024–2025. Kita bakal bahas tren layout terbaru yang paling relevan, gimana cara pakainya, dan kenapa lo wajib melek t...

PostgreSQL vs MongoDB: Pilih Mana untuk Proyek Web App?

 Gue masih inget momen pertama kali harus memilih database untuk sebuah proyek web app yang lumayan besar. Frontend sudah siap, API Node.js sudah stabil, workflow website development juga mengalir. Tapi pas masuk bagian menentukan database… langsung kebayang migraine. Dua nama yang paling sering muncul di kepala waktu itu: PostgreSQL dan MongoDB.

Keduanya sama-sama populer, sama-sama powerfull, tapi punya filosofi berbeda banget. Dan kalau salah pilih, bisa berakhir dengan refactor yang sangat menyakitkan di tengah jalan.

Di artikel ini, gue bakal cerita pengalaman gue memakai kedua database ini di berbagai proyek — termasuk ketika salah pilih dan harus migrasi ulang. Semoga setelah baca ini, lo bisa lebih yakin database mana yang paling cocok buat web app lo.


Memahami Dua Pendekatan Berbeda: Relasional vs Dokumen

Sebelum ngomong teknis, gue mau menjelaskan satu hal penting yang sering bikin developer pemula salah pilih:
PostgreSQL dan MongoDB itu dibuat untuk paradigma yang berbeda.

PostgreSQL → Relational Database (SQL)

Kayak “Excel versi dewa”. Data disimpan dalam tabel, setiap tabel punya kolom, ada relasi yang jelas, dan struktur datanya ketat. Cocok untuk data yang konsisten.

MongoDB → Document Database (NoSQL)

Seperti “folder penuh JSON”. Flexible, schema-nya longgar, dan cepat untuk data yang bentuknya bisa berubah-ubah.

Waktu gue pertama kali masuk dunia website development, gue kira MongoDB itu “lebih modern” dan PostgreSQL itu “jadul”. Setelah 3 tahun, gue sadar dua-duanya modern — cuma beda tempat mainnya.


PostgreSQL: Kapan Cocok Dipakai?

Kalau lo suka keteraturan, PostgreSQL adalah sahabat yang disiplin banget. Semua harus rapi, terstruktur, dan konsisten.

1. Kekuatan Utama PostgreSQL

a. Data yang Konsisten dan Rapi

Lo bisa bikin relasi antar tabel dengan jelas: One-to-many, many-to-many, foreign key, constraint, semuanya sudah solid.
Contoh proyek yang cocok:

  • Aplikasi keuangan

  • Dashboard analytics

  • Sistem inventory

  • Sistem booking

  • Aplikasi yang butuh transaksi ACID

Gue pernah bikin sistem invoice menggunakan PostgreSQL — stabil banget. Begitu data masuk, integritasnya tetap aman.

b. Query Rumit? Gaskeun!

PostgreSQL punya SQL yang sangat kuat, bahkan banyak fitur yang nggak dimiliki database lain seperti JSONB, Full-text search, hingga materialized view.

c. Performa Tinggi untuk Data Terstruktur

Ketika query semakin rumit, PostgreSQL biasanya lebih konsisten performanya dibanding NoSQL.


MongoDB: Flexible, Cepat, dan Cocok Buat Data Dinamis

Ada masa ketika gue bikin aplikasi social feed kecil-kecilan. Datanya kacau, bentuknya sering berubah, dan user suka posting apa saja. Saat itu MongoDB terasa kayak cheat code. Tinggal lempar JSON, selesai.

1. Kelebihan MongoDB

a. Schema Fleksibel

Mau nambah field baru?
Mau simpan nested object?
Semua oke tanpa perlu migrasi tabel.

Sangat cocok untuk:

  • Aplikasi social media

  • Chat apps

  • Aplikasi yang sering mengubah struktur data

  • Proyek yang butuh iterasi cepat

b. Skalabilitas Horizontal yang Gampang

MongoDB jagoan untuk sharding. Kalau user lo cepat naik ribuan, MongoDB bisa ditaruh di banyak server tanpa drama.

c. Integrasi Kencang dengan JavaScript

Buat lo yang main di Node.js, struktur dokumen MongoDB yang mirip objek JavaScript bikin hidup jauh lebih mudah.


PostgreSQL vs MongoDB dalam Pembuatan Website Development

Dalam proses website development modern, ada beberapa parameter yang biasanya gue pertimbangkan:

1. Tipe Data dan Hubungannya

  • Kalau butuh relasi jelas → PostgreSQL

  • Kalau bentuk datanya fleksibel → MongoDB

2. Kecepatan Iterasi Development

MongoDB lebih enak untuk pengembangan cepat. Schema fleksibel → cepat coba-coba.

3. Query Berat dan Analytic

PostgreSQL menang telak. Query kompleks lebih mudah dioptimalkan.

4. Scaling Jangka Panjang

MongoDB unggul dalam horizontal scaling.
PostgreSQL unggul dalam konsistensi dan integritas.

5. Integrasi dengan Tools Modern

Keduanya sudah didukung ORM/ODM:

  • PostgreSQL → Prisma, Sequelize

  • MongoDB → Mongoose, Prisma (beta)


Kapan Harus Pilih PostgreSQL?

Gue akan pilih PostgreSQL kalau:

  1. Data sangat terstruktur

  2. Ada relasi yang jelas antar tabel

  3. Lo butuh transaksi ACID

  4. Lo perlu query rumit (join, aggregate kompleks)

  5. Backend-nya perlu kestabilan jangka panjang

Contoh aplikasi:

  • Marketplace

  • Sistem pembayaran

  • E-commerce

  • App booking & reservasi


Kapan Harus Pilih MongoDB?

MongoDB gue pilih ketika:

  1. Bentuk data bisa sering berubah

  2. Lo butuh development cepat

  3. Lo tidak ingin ribet dengan migration

  4. Aplikasi bakal punya trafik besar & tidak terprediksi

  5. Lo kerja dengan struktur JSON kompleks

Cocok untuk:

  • Social media

  • Live chat

  • Realtime dashboard

  • Aplikasi IoT


Pengalaman Nyata: Salah Pilih Database Bisa Bikin Mumet

Salah satu pengalaman paling “menohok” gue adalah saat membangun social app kecil. Awalnya gue pakai PostgreSQL karena mikir “SQL lebih aman”. Ternyata datanya makin lama makin aneh bentuknya — nested, dynamic, kadang ada field kadang tidak.
Hasilnya?

  • Query makin rumit

  • Migration tiap minggu

  • Model gampang rusak

Akhirnya migrasi ulang ke MongoDB, dan semuanya jadi lebih sederhana.
Tapi sebaliknya, pernah juga bikin sistem tiketing pakai MongoDB. Data pesanan, jadwal, dan transaksi harus rapi. Tapi karena schema terlalu bebas, malah banyak user data invalid.
Pindah ke PostgreSQL? Langsung rapi.

Itulah kenapa pemilihan database itu bukan sekadar “mana yang lebih cepat”, tapi “mana yang paling cocok”.


Kesimpulan: Mana yang Terbaik?

Nggak ada jawaban tunggal. Yang ada adalah mana yang paling cocok untuk proyek lo.

Kalau proyek lo punya data terstruktur → PostgreSQL.
Kalau proyek lo butuh fleksibilitas tinggi → MongoDB.

Dan dalam website development modern, keduanya bahkan sering digabung dalam microservices.
Misalnya:

  • PostgreSQL untuk user & transaksi

  • MongoDB untuk fitur chat atau feed

Gue pribadi suka menggunakan keduanya sesuai konteks. Yang jelas, semakin banyak lo mengerjakan proyek, semakin cepat intuisi lo memilih database yang tepat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar dari Kesalahan: Kisah Website yang Drop Trafiknya – Proses Pemulihan

7 Framework JavaScript Terpopuler Tahun 2025

Cara Menggunakan AI untuk Meningkatkan Pendapatan Website