Featured Post
Dari Ide hingga Live: Kisah 48 Jam Membangun Website untuk Startup Lokal
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Gue masih inget banget hari itu — Jumat sore, jam 4, pas lagi santai ngopi dan buka laptop, tiba-tiba ada notifikasi dari klien baru.
Isinya simpel tapi bikin jantung deg-degan:
“Bro, bisa bantu bangun website untuk startup lokal kami? Tapi harus live dalam dua hari.”
Gue sempet mikir, dua hari? serius nih?
Tapi di sisi lain, tantangan kayak gini yang bikin gue hidup. Gue jawab singkat:
“Oke, kasih gue 48 jam.” 😎
⚡️ Hari 1: Dari Ide Kosong ke Rencana Matang
Jam 5 sore, gue langsung buka Google Meet bareng tim kecil gue — cuma bertiga: gue (dev), satu desainer, dan satu copywriter.
Kita mulai brainstorming cepet:
-
Nama startup: LocalGrow.id (platform bantu UMKM jual online)
-
Tujuan website: tampil profesional, cepat diakses, dan SEO-friendly
-
Target: landing page + blog section + form kontak aktif sebelum Senin pagi
Waktu itu, kita sadar satu hal: gak mungkin bangun semuanya dari nol.
Jadi, strategi pertama adalah pakai framework dan CMS ringan, tapi tetap bisa dikustom. Gue pilih Next.js buat frontend dan Headless CMS Strapi buat backend-nya.
Kuncinya cuma satu: cepat tapi tetap bersih.
Desain harus simpel, loading kilat, dan langsung connect ke Google Analytics sejak awal.
🎨 Jam ke-6: Desain Wireframe & Branding
Jam udah nunjukin pukul 10 malam. Mata udah berat, tapi otak malah makin panas.
Desainer gue mulai ngesketsa layout di Figma — hero section gede, tombol call-to-action jelas (“Gabung Sekarang”), dan testimoni singkat.
Kita sepakat buat pake warna oranye hangat + abu lembut biar kesannya energik tapi tetap profesional.
Copywriter gue langsung nulis headline yang catchy banget:
“Dari Warung ke Dunia Digital — Bantu UMKM Naik Kelas Lewat Website.”
Simpel, tapi kuat banget buat narik perhatian target pasar startup-nya.
💻 Jam ke-12: Coding Dimulai
Gue buka terminal, install Next.js, setup struktur halaman, dan koneksi API ke Strapi.
Frontend-nya gue bikin modular biar gampang diubah nanti.
Gue juga langsung pasang Lighthouse plugin biar setiap kali build, bisa cek performa real-time.
Masalah pertama muncul: API-nya error waktu di-deploy.
Gue sempet panik — jam udah hampir jam 3 pagi, mata udah kayak monitor CRT. Tapi ternyata masalahnya sepele: CORS policy belum diatur di server. Sekali ubah setting, semua langsung jalan.
Gue lanjut ngerjain layout homepage. Bagian testimoni, CTA, dan fitur gue isi dummy data dulu. Tujuan malam pertama cuma satu: website bisa dibuka tanpa error.
☕️ Hari 2: Waktu Berlari Lebih Cepat
Gue bangun jam 9 pagi dengan kepala berat tapi semangat. Klien kirim pesan:
“Gimana progress-nya bro? Bisa preview hari ini?”
Gue kirim link dev versi awal, dan surprisingly — mereka suka banget.
Mereka bilang, “Ini udah jauh lebih bagus dari ekspektasi kami!”
Itu suntikan energi banget buat lanjut ngerjain bagian tersulit: optimasi dan integrasi SEO.
🔍 Jam ke-30: SEO, Responsivitas, dan Copy Final
Copywriter gue masukin semua teks yang udah di-review. Gue bantu benerin meta tag, struktur H1-H3, dan setup sitemap otomatis.
Gue juga tambahin OG tag biar tampil keren kalau di-share ke WhatsApp atau LinkedIn.
Biar SEO-nya langsung keindeks, gue pake trik yang selalu berhasil:
-
Submit sitemap manual ke Google Search Console
-
Tambahin internal link dari blog dummy
-
Pastikan tiap gambar ada alt text dengan keyword “website UMKM”, “startup lokal”, dan “platform digital Indonesia.”
Gue tes di Lighthouse — hasilnya:
Performance 98, Accessibility 100, SEO 99.
Dalam hati gue cuma bisa bilang, “48 jam worth it banget.”
⚙️ Jam ke-40: Deployment & Testing
Kita deploy ke Vercel biar cepat, lalu setup custom domain lewat Cloudflare.
Semua jalan mulus, tapi ada satu drama lagi: form kontak gak ngirim data ke email.
Setelah 2 jam debugging, ketahuan — SMTP server-nya belum diaktifkan.
Begitu di-fix, semua berjalan mulus.
Jam 10 malam, 2 jam sebelum deadline, website udah live sempurna.
Klien langsung posting di Instagram:
“Website kami akhirnya live! Terima kasih tim LocalGrow!”
Dan malam itu, gue tutup laptop sambil senyum lebar. Capek? Banget. Tapi puasnya gak main-main.
📈 2 Minggu Kemudian: Hasilnya Gila!
Dua minggu setelah website live, gue cek GSC.
Website itu udah keindeks 100% dan mulai dapet trafik organik 3.000+ pengunjung.
Bahkan satu artikelnya udah nongol di halaman pertama Google buat keyword “cara UMKM jual online”.
Klien sampai bilang, “Bro, kita baru launch tapi udah banyak yang kontak. Gila cepet banget efeknya.”
Dan di situ gue sadar — bukan soal cepat atau pelan, tapi soal fokus dan arah yang jelas.
🧠 Pelajaran dari Proyek 48 Jam Ini:
-
Kecepatan tanpa arah percuma.
Rencanakan dengan matang sebelum coding, walau waktunya sempit. -
Gunakan teknologi efisien.
Framework modern kayak Next.js dan Headless CMS bisa hemat waktu berjam-jam. -
SEO harus diintegrasikan sejak awal.
Jangan tunggu website jadi baru mikir optimasi. -
Komunikasi tim = kunci utama.
Dalam waktu sesingkat itu, satu miskom bisa buang waktu berjam-jam.
🔥 Penutup
Setiap kali gue ingat proyek itu, gue cuma bisa senyum.
48 jam penuh stres, kopi, error, dan kebanggaan.
Dari ide kecil yang awalnya cuma draft, berubah jadi website startup lokal yang profesional dan beneran hidup.
Sekarang, setiap kali gue buka LocalGrow.id, gue selalu keinget satu hal:
“Kualitas website gak selalu ditentukan oleh waktu lama, tapi oleh arah dan niat yang fokus.”
Jadi, buat lo yang lagi kejar deadline proyek website — percaya deh, asal lo punya visi jelas dan tim yang solid, 48 jam bisa jadi sejarah lo sendiri.
Komentar