Featured Post
Website yang Gue Bikin Gagal Total (dan Apa yang Gue Pelajari)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
๐ Pembuka — Nggak Semua Proyek Berakhir Keren
Setiap developer pasti punya cerita suksesnya.
Tapi jarang yang mau cerita tentang proyek yang gagal total.
Nah, kali ini gue mau jujur — salah satu website yang gue bikin, benar-benar gagal.
Bukan cuma bug kecil atau typo di CSS, tapi gagal di semua sisi:
tampilan, performa, bahkan user-nya pada kabur ๐ญ
Tapi justru dari situ gue dapet pelajaran yang jauh lebih berharga daripada saat proyek gue sukses.
So, ini dia kisahnya...
๐งฑ 1. Ide Awal yang Kelihatan “Keren Banget” di Kepala
Waktu itu gue pengen bikin website untuk bantu orang bikin portofolio cepat.
Konsepnya kayak builder mini, tinggal isi nama dan deskripsi, langsung keluar halaman profil keren.
Gue pikir,
“Wah, ini bakal jadi project keren banget. Banyak yang butuh, dan gue bisa pamer skill frontend + backend juga!” ๐
Tanpa mikir panjang, gue langsung gas: buka VS Code, buat repo baru, dan ngoding kayak maraton.
Tiga hari gue gak tidur normal — kopi, coding, kopi lagi.
Tapi di sinilah awal bencana dimulai... ☠️
๐งจ 2. Terlalu Fokus di Tampilan, Lupa Fungsi
Gue sibuk banget mikirin animasi, efek parallax, dan transisi halus biar terlihat “wah”.
Padahal backend-nya belum kelar.
Sampai akhirnya pas testing, websitenya berat banget.
Buka homepage aja butuh 10 detik ๐
Gue inget banget pas temen gue nyoba dan bilang:
“Desainnya keren, bro. Tapi kok kayak nunggu loading game AAA ya?”
Itu tamparan keras banget. ๐
Gue sadar gue terlalu mikirin visual, tapi lupa pengalaman user.
๐งฉ 3. Fitur Gagal yang Harusnya Jadi “Andalan”
Fitur utama web itu adalah form generator — user isi data, lalu sistem generate portofolio otomatis.
Masalahnya, gue waktu itu belum paham sistem file dinamis dan templating engine dengan baik.
Alhasil, pas user klik “Generate”, muncul error putih polos bertuliskan:
TypeError: cannot read property 'name' of undefined
๐คฆ♂️
Gue panik, nyari di Stack Overflow, nyoba perbaikan sana-sini — tapi error baru malah muncul.
Sampai akhirnya, gue sadar sistemnya gak siap buat input real user.
Semua cuma jalan di local environment, gak pernah dites di skala kecil.
๐ง 4. Deployment yang Bikin Kepala Ngebul
Setelah semua itu, gue masih nekat deploy ke server.
Gue pakai Express.js + EJS, upload ke hosting murah biar cepet online.
Eh, ternyata hosting-nya gak support Node.js runtime ๐ฉ
Gue coba pakai alternatif, pindah ke VPS, tapi malah kena limit memory.
Akhirnya gue ngakal-ngakalin pake PM2 dan Cloudflare proxy biar stabil, tapi hasilnya sama aja — website sering down.
Waktu itu gue baru sadar:
“Gue terlalu cepat pengen launch, tapi belum ngerti dasar server dan deployment yang benar.”
๐ฅ 5. User Gak Datang, SEO Berantakan
Pas gue akhirnya berhasil online, gue promosi dikit di forum developer dan beberapa grup.
Responsnya?
Sepi banget.
Gue cek di Google Search Console — nol impression, nol klik.
Dan lebih parah lagi, website gue gak keindex sama sekali.
Ternyata gue lupa meta tag dasar kayak <title>, <description>, dan sitemap.xml ๐คฆ♂️
Website yang harusnya jadi contoh portofolio malah gak bisa dicari.
Gue ngerasa gagal total waktu itu.
๐ฌ 6. Momen Refleksi: Salahnya Di Mana Sih?
Setelah semua drama itu, gue duduk dan mikir.
Kenapa website yang gue buat dengan semangat tinggi malah hancur berantakan?
Jawabannya ternyata sederhana:
Gue terlalu pengen cepat selesai dan keliatan keren, padahal belum paham pondasinya.
Gue mau punya “hasil besar”, tapi gak siap ngerjain proses kecil yang penting.
Dari situ, gue mulai belajar ulang dari dasar:
-
Struktur folder dan modularitas
-
Manajemen dependensi di Node.js
-
Optimasi performa dan lazy load
-
Testing sebelum deploy
-
Dan yang paling penting: UX itu lebih penting dari efek animasi.
๐ฑ 7. Gagal Sekali, Tapi Jadi Titik Balik
Setelah kegagalan itu, gue gak berhenti.
Gue rebuild ulang project-nya, kali ini dengan pendekatan yang lebih terencana.
Gue mulai dari wireframe sederhana, bukan langsung ngoding.
Gue juga pake Tailwind CSS buat efisiensi, dan testing backend pakai Postman dulu sebelum dihubungkan ke UI.
Hasilnya?
Website versi barunya jauh lebih ringan, stabil, dan akhirnya dipakai beberapa orang beneran ๐
Dan yang paling penting, gue gak lagi takut gagal.
Karena gue tahu: setiap error adalah guru paling jujur di dunia coding. ๐จ๐ป
✨ Penutup — Kegagalan yang Justru Berharga
Sekarang kalau gue lihat ke belakang, gue bersyukur banget website itu gagal.
Kalau dari awal langsung sukses, gue mungkin gak akan ngerti pentingnya:
-
perencanaan,
-
testing,
-
dan user experience yang baik.
Website itu emang gagal, tapi gue-nya berhasil naik level.
Dari developer yang sok yakin, jadi developer yang lebih sabar, terstruktur, dan realistis.
Kadang website lo bisa gagal total, tapi lo-nya justru berhasil berkembang.
Dan itu, bro, adalah kemenangan yang sebenarnya. ๐
๐ก Pelajaran yang Bisa Lo Ambil
-
Jangan buru-buru publish. Uji semuanya dulu.
-
Fitur keren gak akan berguna kalau performanya buruk.
-
Gagal itu bagian dari proses, bukan akhir cerita.
-
Dan yang paling penting — jangan takut mulai ulang.
๐ CTA Penutup:
Lo pernah ngalamin website gagal juga?
Ceritain ke diri lo sendiri, jangan disesali — tapi evaluasi.
Karena di dunia coding, error hari ini bisa jadi ilmu yang nyelamatin lo besok. ๐ง
Keyword SEO:
website gagal, cerita web developer, belajar dari kesalahan coding, pengalaman gagal bikin website, web development indonesia, cerita developer pemula
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar